JAKARTA, 26 Februari 2025 – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap dugaan korupsi besar dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023. Kasus ini disebut telah menyebabkan kerugian negara hingga Rp193,7 triliun.
Salah satu praktik yang disoroti adalah pengoplosan Pertalite menjadi Pertamax oleh PT Pertamina Patra Niaga. Menurut Kejagung, perusahaan ini membeli BBM RON 90 (Pertalite) namun melaporkannya sebagai RON 92 (Pertamax) dengan harga lebih tinggi.
“Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS membeli RON 90 (Pertalite) atau lebih rendah, lalu melakukan blending di storage/depo hingga menjadi RON 92 (Pertamax). Praktik ini tidak diperbolehkan,” demikian pernyataan Kejagung, Selasa (25/2/2025).
Dampak bagi Konsumen: Hak Publik yang Dilanggar
Mantan Ketua Komisi Advokasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rolas Sitinjak, menilai bahwa kasus ini melanggar hak konsumen berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
“Masyarakat mempercayakan pemenuhan kebutuhan BBM kepada pemerintah, khususnya Pertamina. Jika kepercayaan ini dikhianati dengan praktik penipuan publik, dampaknya akan sangat fatal,” ujar Rolas kepada Tim Kami Selasa (25/2/2025).
Ia mendesak pemerintah untuk melakukan audit total terhadap PT Pertamina Patra Niaga guna memastikan tidak ada lagi penyimpangan dalam distribusi BBM.
“Audit harus mencakup seluruh aspek, mulai dari pengelolaan kilang hingga sistem distribusi. Jika tidak, praktik serupa bisa terus terjadi,” tegasnya.
Dampak Penggunaan BBM Tidak Sesuai Oktan
Pakar otomotif Universitas Gadjah Mada (UGM), Jayan Sentanuhady, menjelaskan bahwa penggunaan BBM dengan oktan lebih rendah dari yang direkomendasikan dapat merusak mesin kendaraan.
- Kendaraan berkapasitas mesin di bawah 1.400 cc sebaiknya menggunakan Pertalite (RON 90)
- Kendaraan dengan kapasitas di atas 1.400 cc atau teknologi mesin canggih harus menggunakan Pertamax (RON 92) atau lebih tinggi
Jika kendaraan dipaksa menggunakan BBM dengan oktan lebih rendah, efek negatifnya bisa mencakup:
- Pembakaran tidak sempurna, menyebabkan mesin bekerja lebih berat
- Risiko knocking (ketukan mesin) yang bisa menurunkan performa kendaraan
- Penumpukan karbon pada mesin, yang mempercepat kerusakan komponen
“Penggunaan BBM yang tidak sesuai spesifikasi bisa menyebabkan efisiensi bahan bakar menurun dan memperpendek umur mesin kendaraan,” jelas Jayan.
Korupsi BBM: Dampak bagi BUMN dan Kredibilitas Pemerintah
Kasus ini tidak hanya merugikan konsumen dan negara, tetapi juga mencoreng citra Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Wakil Ketua Komisi VI DPR, Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio), menilai bahwa skandal ini menjadi pukulan telak bagi kepercayaan publik terhadap pengelolaan BBM oleh pemerintah.
“Praktik ini tidak hanya merugikan negara dan masyarakat, tetapi juga merusak kredibilitas BUMN. Ke depan, pengawasan internal di anak usaha Pertamina harus diperketat,” ujarnya, Selasa (25/2/2025).
Eko menyoroti tiga langkah yang harus diambil untuk mencegah kasus serupa:
- Memperkuat pengawasan internal di anak usaha BUMN
- Meningkatkan transparansi dalam kebijakan distribusi BBM
- Memberikan sanksi tegas bagi oknum internal BUMN yang terlibat
“Jika ada pejabat BUMN yang terbukti bersalah, mereka harus dikenakan sanksi berat untuk memberikan efek jera,” tegasnya.
Respons Pertamina: Bantah Tuduhan Oplosan BBM
PT Pertamina (Persero) memastikan bahwa distribusi energi ke masyarakat tetap berjalan normal, meskipun empat petinggi anak usaha Pertamina telah ditetapkan sebagai tersangka.
“Pertamina memastikan bahwa layanan distribusi energi kepada masyarakat tetap berjalan lancar, meski ada proses hukum yang sedang berlangsung,” ujar VP Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, Selasa (25/2/2025).
Fadjar juga membantah isu bahwa Pertamax telah dioplos dengan Pertalite, dengan menegaskan bahwa produk Pertamax yang dijual ke masyarakat sudah sesuai spesifikasi yang ditentukan oleh Dirjen Migas.
“Narasi oplosan itu tidak sesuai dengan fakta yang disampaikan oleh Kejaksaan. Yang dipermasalahkan adalah mekanisme pembelian RON 90 dan RON 92, bukan soal oplosan BBM,” tambahnya.
Fadjar menyatakan bahwa Pertamina menghormati proses hukum yang tengah berjalan, dan siap bekerja sama dengan Kejaksaan Agung untuk mengungkap fakta dalam kasus ini.
“Kami berharap proses hukum berjalan transparan dengan tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah,” tutupnya.
Daftar Tersangka Skandal Korupsi Pertamina
Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus ini, yang terdiri dari pejabat Pertamina dan pihak swasta:
Pejabat Pertamina yang Terlibat:
- Riva Siahaan (RS) – Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
- Sani Dinar Saifuddin (SDS) – Direktur Feedstock & Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional
- Yoki Firnandi (YF) – Direktur Utama PT Pertamina International Shipping
- Agus Purwono (AP) – VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional
Pihak Swasta yang Terlibat:
- MKAR – Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa
- DW – Komisaris PT Navigator Khatulistiwa & PT Jenggala Maritim
- GRJ – Komisaris PT Jenggala Maritim & Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak
Kesimpulan: Skandal BBM Terbesar di Indonesia?
Dengan kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun, skandal korupsi BBM ini menjadi salah satu kasus terbesar dalam sejarah Indonesia.
Sementara Pertamina membantah isu oplosan, Kejagung menegaskan bahwa ada praktik manipulasi dalam pengadaan dan distribusi BBM. Investigasi lebih lanjut akan menentukan sejauh mana dampak kasus ini terhadap industri energi nasional.
Read More
- Jokowi Bantah Keras Isu Ijazah Palsu: “Yang Menuduh, Silakan Buktikan!”
- Prabowo dan Erdoğan Saksikan Penandatanganan MoU Strategis Indonesia–Turkiye di Ankara
- Bursa Asia Bergejolak Akibat Tarif Trump, China Jadi Penahan Pelemahan
- Selamat Jalan Titiek Puspa, Sang Bunga Abadi Dunia Musik Indonesia
- Titiek Puspa Meninggal Dunia
- Dampak Tarif Impor AS terhadap Ekonomi Indonesia